Aku dingin, Ibu
Tidakkah kau lihat basah sekujur badanku,
Saat kau suapi begitu, makan-minum-makan-minum cepat sekali
Belum sempat kurasai
Belum sempat kutelan, kuteguk
...makanan yang kau siapkan tadi
Tahukah kau, Bu
Badanku terasa tak enak, meriang mungkin
Entah aku juga tak tau..
Dingin, Bu...
Bisakah segera kau ganti bajuku?
Dan berhenti menyuapiku?
Nanti jika kulapar, kuberitau Ibu. Ya?
Aku dingin, Ibu..
Sungguh tidak nyaman baju basah begini...
Basah oleh keringat
Basah oleh tumpahan makanan dan minuman tadi
Tak apa jika aku menangis, ya?
Aku tak nyaman, risih....
Dan tadi kubilang pada ibu lewat lakuku: aku meriang :'(
Aku tau ibu sangat menyayangiku
Aku tau ibu ingin aku kenyang dan sehat
Aku tau ibu sangat khawatir dan bertambah payah jika aku sakit
Apa karena itu, aku diharuskan makan cepat-cepat, banyak-banyak?
Tanpa memperhatikan, kalau aku, 'dingin'?
Padahal aku akan kasih tau......
---
----------
Suatu sore, sepulang kerja, saya biasa belok kanan, lurus, kanan, lurus, kiri, luruuuuus mengikuti jalan sampai keluar TB simatupang. Tapi, pada belokan ke-3 perhatian saya terhenti pada seorang ibu tunagraha yang sedang menyuapi anak (bayi?)nya. Saya pelankan motor, karena mendengar erangan sang anak saat disuapi ibunya itu, saya tak kuasa untuk melanjutkan perjalanan. Akhirnya saya berhenti dan mendekati mereka.
Subhanallaah.. Anak kecil seumuran anak ke-2 saya, Zhafran, itu sedang disuapi dengan bubur instan seadanya dan air putih saja. Sang ibu menyuapi dengan posisi anak tidur dan kepala ditopang tangan kirinya. Sigap bergantian menyuapkan bubur dan air secara bergantian. Serius. Menangis saya melihatnya. Untung muka saya ditutupi masker dan helm sehingga tidak terlalu terlihat. Apa masalahnya?
Anak disuapi dengan cepat, tanpa diberi kesempatan untuk menelan (menikmati) makanannya. Apalagi, tampaknya sang anak sedang tidak fit. Suara tangisannya begitu pilu. Dan saya? Hanya menonton adegan itu. Kejam ya....
Akhirnya saya bertanya,"anaknya kenapa bu?". "lagi gak sehat nih..gak mau makan
..dari tadi susah banget..nangis aja..."... Dalam hati,"gimana nggak nangis..nyuapinnya begitu..."
"berapa umurnya bu?"
"15 bulan."
Deg.
Tak berapa jauh dengan Zhafran memang. Hanya saja, anak itu lebih mungil. Zhafran saja tergolong mungil...anak itu... Huff...
"gak suka kali bu"
"ya saya mampunya cuma ini"
Hmm....
Saya berbalik ke arah motor, menuju penjual buah yang tak seberapa jauh dari kami. Saya beli beberapa jenis. Kemudian kembali....ke ibu dan anak yang masih duduk di pinggir jalan depan koperasi 'daya guna, ditlin pangan'
"coba ini bu"
"yah...buah gini mah mana suka..."
Sahut sang ibu sambil mengupas buah jeruk dan memberikan ke anaknya. Sang anak belum tertarik. Beralih ke pisang, tidak mau juga. Pear..belum tertarik juga.. Apel, dipegang aja...
Sayangnya, saya tidak bisa lama menunggui mereka. Teringat jadwal menjemput tsaqif di daycarenya. ....
"tinggal dimana bu?"
"dekat stasiun pasming tuh"'
"dimananya?"
"ya di pinggir-pinggirnya aja..."
"ibu tiap hari lewat sini?"
"gak tentu juga sih...kadang lewat, kadang nggak.tapi seringnya sih iya, lewat."
"bu anaknya jangan dikasih makan kayak tadi ya... Kasian tuh kan sampe keselek aja. Ntar kenapa-kenapa.. Pamit ya bu.. Semoga anaknya lekas pulih dan semangat makan lagi...."
Tak lupa, saya selipkan sedikit lembaran yang semoga bermanfaat untuknya.
Yaa.. Berkali-kali saya pribadi bergolak tidak begitu menyukai 'pengemis'. Kadang saya sebel jika pengemis beraksi. Apalagi sampai memelas. Tapi, lagi-lagi, lebih sering goyah jika mereka membawa anak kecil. Dimanfaatkan atau tidak, tetap saja saya kasihan dan iba mengingat penderitaan si anak yang ikut dibawa-bawa... Mereka jelas tidak tahu apa-apa dan terpaksa harus terbiasa dengan kondisi tidak nyaman tersebut. Mungkin saja, kemudian ikut berkembang menjadi pengemis. Hiks...
Semoga Allah memberi keluangan kepada mereka untuk berusaha lebih baik dari sekedar mengemis. Sayangnya memang, lagi-lagi mungkin, karena keterbatasan kemampuan dan kemauan, banyak yang menyerah dan memilih mengemis (saja).
Semoga kita, yang diberi kelapangan rezeki, baik itu yang disadari atau 'tidak disadari', dapat ringan tangan mengulurkan rantai rezeki itu kepada orang lain yang (tampak) membutuhkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar