nellysapta

nellysapta
kering berseri (rimbo pengadang-lebong-bengkulu 2014)

Senin, 17 Agustus 2015

Ayo Beli Tomat! Now.

Menteri Pertanian, Bpk Amran sedang menjelaskan kegiatan Operasi Pasar di Kanpus Kementan (17/08/2015)


Keramaian saat membeli tomat dan cabai pada OP di Kanpus Kementan (17/08/2015)


Senin ini (17/08/2015), saya  mengikuti upacara peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-70 di Kantor Pusat Kementerian Pertanian. Sebagaimana yang telah diinfokan melalui pesan di wa-grup ditlinhorti, kami diminta berpartisipasi untuk membeli tomat-tomat dari petani. Sayangnya saya tidak tanya detil mengenai asal tomat yang dijual dalam operasi pasar kali ini. 


Gambar yang disebar di wa-grup ditlinhorti (dan juga menyebar ke seluruh eselon di Kementan)

Menurut beberapa informasi, banyak petani tomat yang kecewa karena harga tomat di tingkat petani dihargai sangat rendah, tidak menutupi biaya budidaya dan panennya. Harga tomat di tingkat petani hanya Rp 200 per kilogram. Beuhhh... 

Kok bisa?
Ya bisa saja. Ini juga sudah sering terjadi pada komoditas lain. Di suatu waktu, harga bisa tinggi. Di waktu lainnya, bisa turun drastis. Penentuan harga masih menganut hukum permintaan, yaitu jika barang banyak-permintaan banyak-harga turun. Dan sebaliknya, barang sedikit-permintaan banyak-harga naik. Saat ini, petani tomat berada di posisi pertama. 

Sayangnya, biaya produksi (budidaya, red) tidak bisa ditekan. Apalagi jika petani masih memakai cara konvensional yang tidak terlalu tepat: tenaga kerja banyak, pengolahan tanah minim, penggunaan benih yang asal-asalan, penggunaan pestisida atau pupuk yang tidak sesuai/berdasarkan kebutuhan tanaman, dan biaya lain-lain yang tidak terduga. Dalam kondisi seperti sekarang -dimana harga turun saat mereka panen raya-, sangat merugikan petani dan wajar saja jika mereka kecewa. 

Solusinya, mau tidak mau, petani harus mau memikirkan jalan keluar lewat pengolahan hasil panen sehingga bisa meningkatkan daya jual, kemanfaatan, dan nilai olahan. Petani bisa mengolah tomat menjadi makanan lain semisal selai tomat, manisan tomat, jus tomat, dan sebagainya. Biayanya bagaimana? Jika memungkinkan, bisa meminta bantuan koperasi atau pemerintah daerah setempat untuk.turut mengatasi masalah ini. Petani, dalam saat seperti ini, harusnya juga semakin menyadari arti penting berkelompok. 

Akses pemerintah, bisa menjangkau masyarakat petani melalui kelompok tani. Pemerintah -apalagi pemerintah pusat- tidak akan bisa secara serta merta membantu petani perorangan. Terlalu banyak, walau sebenarnya bisa saja. Akan lebih mudah jika petani berkelompok. Selain memudahkan akses jangkau, juga memudahkan kegiatan pembinaan atau sejenisnya. 

Kembali ke kegiatan operasi pasar, saya tadi hanya membeli 7,5 kg tomat (15 ribu) dan 1 bundel cabai rawit (10 ribu), lumayan berat juga bawanya hehe.. Bawa jalan ke parkiran maksudnya. Tadi saya lihat, banyak pejabat eselon 4-3-2 yang membeli tomat dan cabai dalam jumlah besar. Alhamdulillaah.. Semoga bisa membantu memperbaiki kondisi keuangan petani yang berpartisipasi dalam OP kali ini. 


Harapannya, OP tidak hanya menjangkau pasar-pasar di Jakarta. Bila memungkinkan, juga ke pasar di daerah sekitar Jakarta (bodetabek) atau bahkan ke wilayah lain yang memang membutuhkan. Harus diakui, sebagian besar memang gejolak banyak terjadi di Pulau Jawa, ketimbang pulau lain. Jika OP bisa menjangkau Jawa keseluruhan saja, sudah sangat baik :) Kalaupun tidak, yang di Jabodetabek sudah lumayan. Daripada kitemanyun :b

Saya sebenarnya tidak terlalu suka olahan tomat. Saya membeli tomat hanya untuk pelengkap bumbu dapur, tidak banyak. Tetapi, kali ini, rasanya tidak apa membeli agak banyak. Lumayan, bisa dibagikan ke tetangga. Di rumah, ibu saya juga menyarankan untuk membuat selai tomat. Nah, sepertinya ini juga bagus. Nanti bisa dikonsumsi sendiri atau dibawa ke kantor untuk dinikmati bersama-sama. 

Nanti, jika ada OP tomat di wilayahmu, bolehlah yaa ikutan bantu. Ayo beli tomat!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar