nellysapta

nellysapta
kering berseri (rimbo pengadang-lebong-bengkulu 2014)

Minggu, 24 September 2017

Hafiz Talking Doll untuk TsaZha

"Abi sayaaaang sama Tsaqif", Tsaqif akhir-akhir ini suka bilang gitu haha.. Kebalik nang... Kalo Tsaqif yang ngomong, harusnya, "Tsaqif sayaaang sama Abi" xD Tapi gapapa... Bener semua kok. Abi sayang Tsaqif, dan sebaliknya. Jangan lupa, sayang sama dedek Zhafran dan Ummina juga yaaa... Haha...

Itu boneka hafiz talking doll suka direbutin dua balita Tsa-Zha. Mereka punya edisi hafiz talking doll versi pertama. Ya nang, umma dan aba memberikan boneka hafiz agar kalian mulai mengenal ayat-ayat Allah dari pendengaran kalian. Selain tentu saja, kami juga perlu memperdengarkan langsung dan memberikan contoh pada kalian.

Sebenarnya, kami juga masih belajar. Ketika kalian mendengarkan, kami pun merasakan manfaatnya. Belum lagi, ada banyak kisah teladan yang bisa sama-sama kita ambil kebaikannya, sebagai nasihat bagi kita. Sejarah orang-orang terdahulu adalah pelajaran yang sangat berharga ^^

Selain itu, kalian juga bisa menyimak do'a-do'a harian dan asmaul husna yang diperdengarkan hafiz talking doll. Mengenal nama-nama Allah. Kelak ketika beranjak dewasa, semoga kalian akan semakin paham dan tidak berhenti mentadabburi Al Qur'an.

In sya Allah ada banyak kebaikan dari mainan ini. Makanya kami juga mengajak orang lain untuk membelinya, hehe #tetepjualan #semangat #alqolam #afiztalkingdoll #mushafmaqamat

Love you kiddos :*

-sept2015-

Bukan Penawar Kekeuh

Saya termasuk orang yang gak jago nawar. Kalo ditawar gak mau, ya sudah.. Gapapa. Sejauh saya bisa beli, okelah. Kecuali, harga yang ditawarkan keterlaluan..indikasinya? Hati gak enak; jika sempat membandingkan dengan penjual lain, beda harga terlalu jauh, dll (mungkin yang lain punya indikasi lain sehingga 'pantas' menawar dengan harga yang lebih rendah).

Saya pernah beberapa kali latihan nawar, hehe.. Walau pada akhirnya saya bayar dengan harga yang sama atau tidak jauh berbeda dengan yang sebelumnya dia tawarkan. Asa gimana gitu, ngeliat pedagangnya dengan berat hati meng-iya-kan.

Jika kita bisa manut membayar harga yang sudah ditetapkan di swalayan dengan info harga tertulis jelas, tidak ada tawar menawar, lalu kenapa kita berlaku 'kejam' dengan menawar serendah-rendahnya pada pedagang yang menerapkan metode belanja dengan diskusi langsung? Ter-la-lu.

#notetomyself

Biasa. Bisa.

“Ala bisa karena…?”
pertanyaan itu meluncur dari pak Charles, guru Fisika SMP kelas 3. Dulu. Saat saya baru memulai pengalaman menjadi siswa baru di kelas 3.4 ~~ Ayah pindah, saya pun pindah sekolah. Dari Argamakmur-Bengkulu Utara ke Kotamadya Bengkulu.

Aih.. masih lekat di ingatan. Kepindahan itu saat sedang dalam masa gundah. Saya yang baru mulai bersahabat ala-ala ‘BFF’ dan memasuki dunia penuh romansa remaja. Bukan sebagai pelaku utama. Saya lebih memilih menjadi pemeran pendukung dan tetap tenggelam dalam posisi ‘pengamat’ ‘penasihat yang tidak berpengalaman, hanya mengandalkan rasa-rasa-rasa’. Kadang juga mendadak jadi pemandu sorak kawan-kawan. haha.. Tapi, ternyata banyak hikmah atas kepindahan saya yang tiba-tiba itu. Saya bersyukur dijauhkan dari kesempatan yang pasti akan membuat jalan cerita berbeda untuk saya hingga saat ini.

Kembali ke pertanyaan ‘Ala bisa karena…?” dari pak Charles; yang ternyata dikenal sebagai sosok guru ‘killer’ di kalangan siswa SMP baru saya itu. Dulu.
Galak.
Suka ngasi hukuman.
Kalo salah siap-siap ditabok mistar kayu. Mistar kayu yang dalam dua tiga tabokan bisa patah plus memberi bekas merah yang tahan lama pada objek penderitanya.
Buku harus 4: catatan, latihan, PR, ulangan. Yang ke-4nya belum tentu dipakai tiap pertemuan tapi tetap WAJIB dibawa. Berani ditinggal, rasakanlah apa yang dulu pernah saya rasakan: balik pulang, ambil yang ketinggalan! (waktu itu sengaja tidak saya bawa buku PR dan ulangannya karena gak ada PR dan gak ada kabar ulangan. dan benar saja, walau udah diambil dan dibawa ke kelas lagi, gak ada ulangan! walau ada PR untuk minggu depan.. ow owww)
Omongannya pedih. Bisa keluar sebutan bangsa primata atau semacam itulah…

Satu-satu siswa ditanya, dari depan ujung kanan. Saya optimis tidak sampai ke giliran saya, Tapi, sampai siswa manis di sebelah saya pun gak bisa menjawab. Saya di posisi ujung belakang, dapat giliran jawab terakhir. “Ala bisa karena BIASA, pak”, jawab saya lancar tapi bernada tidak yakin, ragu, heran. ‘ada apa ini sebenarnya?’
“yap, itu  baru benar!”
Alamak!

Sebenarnya apa istimewanya pertanyaan itu. Kenapa semua teman-teman saya di kelas tidak bisa menjawab. Saya berasa mengambang, mimpi setengah sadar. Ini beneran? Astaga, padahal ini SMP dikenal nomor 1 di Bengkulu, kala itu. Favorit. Hanya yang nilainya unggul bisa masuk. ‘Ala bisa karena biasa’ gak ada yang pernah dengar? Ataukah teman-teman ni lupa mendadak karena saking gugupnya menghadapi pak Charles? Bisa juga tapi kompak begitu… Alamak!

Sejak itu pula, saya, si anak baru dikenal dan diingat pak Charles, bahkan tidak segan beliau mengungkit-ungkit kejadian itu di depan kelas *dan di kelas lain* bahwa hanya saya yang bisa menjawab pertanyaan pembukanya itu. Sejak itu pula saya jadi perbincangan anak kelas 3 dan tiba-tiba dapat cap ‘anak kesayangan pak Charles’. Yanti, si anak baru, dari kota mati di bagian utara Bengkulu, yang suasana maghribnya bagaikan tengah malam di daerah lainnya; siswa pindahan dari daerah nun di situ, bisa banyak menjawab pertanya pak Charles, baik itu tentang Fisika maupun tentang yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan bahan ajar beliau. Walaupun sebenarnya saya pernah juga nyicip mistar kayu satu meter yang selalu dipegang pak Charles sepanjang jam pelajarannya. *mungkin rasanya seperti sedang memegang senjata laras panjang andalan dan beliau adalah prajurit penjaga harta karun*

Tak jadi soal. Anak dari daerah bukan kota memang sudah sering mendapat pandangan sebelah mata sebagai orang udik tak tau perkembangan zaman. Perbincangan tentang saya tidak berhenti sampai Fisika saja, tapi sejak pengumuman juara kelas, tambah ramailah “Kok bisa anak itu jadi juara 1?” “Nilainya menyamai yang di kelas 3.1 dan 3.2 tuh”

Oioi, padahal apa yang berbeda selain tempat dan kesempatan? Pelajaran yang kami dapatkan adalah sama dengan yang diberikan ke siswa kota, hanya saja mungkin fasilitas dukungannya yang berbeda. Keinginan belajar kami pun sama dengan siswa di kota, hanya saja mungkin kesempatan yang belum sama. Seandainya fasilitas dan kesempatan dll sama, bisa jadi kita benar-benar layaknya saudara kandung yang mendapat umpan sama dari orang tuanya. Eh umpan…hehe… panas oi awak…

Sudahlah, tidak usah dibahas tetek bengek sakit hati dan praduga yang menyalah-nyalahkan orang lain tu. Saya stop dan kembali larut dalam kenangan yang tersirat dari pertanyaan pak Charles,”ALA BISA KARENA BIASA”. Saya menangkap itu sebagai motivasi bagi para siswa, yang walaupun sudah terlanjur termakan doktrin bahwa beliau adalah guru yang ‘paling ditakuti’ di sekolah, agar kami tidak terjebak dalam metode pembelajaran yang melulu serba menghapal tanpa mengerti benar, supaya kami sering berlatih sehingga dapat memahami bahasan tanpa terkungkung dengan ‘sudah begitulah adanya’, tidak terjebak dan kalut saat menghadapi persoalan yang ‘serupa tapi tak sama’, atau mampu mengotakatik rumus sampai bertemu jalan yang pas untuk menjawab pertanyaan. Pendek kata, agar pelajaran yang ia berikan nempel ke siswanya di luar kepala.

Biasakan sampai bisa. Akan saya ingat selalu, pak.

::cerita ini mengandung fiksi yang fakta heheh::

Muharram dan Rencana Baru (lagi lagi)

Insya Allah,
Sebentar lagi kita melepas Dzulhijjah, memasuki Muharram: LARANGAN. Sejarahnya, larangan berperang. Ya, Islam adalah agama damai.

Banyak hal yang perlu kita evaluasi.
Muharram
1438H
Semoga (lagilagi) menjadi pembuka yang baik untuk
mengisi masa depan dengan lebih baik lagi, lebih manis, lebih terencana, lebih giat!

9-10 atau 10-11
kita ambil dua hari
untuk menyelisihi yang hanya menjalankan satu hari.
assyura

Masihkah ingat kita?
Umar mengambil mula Hijriah dengan Muharram, membuka kenangan saat Rasulullah berhijrah dari Mekkah ke Madinah
dengan hati yang sungguh penuh gejolak.
Ada renungan, semangat, optimis, keharuan, strategi, yang bergumul menjadi satu: taat.
Ayo kembali kita simak kembali sirah perihal hijrah... dan petik hikmahnya

Belajar perlu berguru
Berguru perlu berkorban
Berkorban perlu keikhlasan
Keikhlasan perlu diuji, dilatih
Pun..
Kita harus mau
membuka pikiran yang layaknya parasut: baru berguna ketika dibuka

kembali pada Muharram,
jika kita tipe penunggu momentum
inilah saatnya!
Larangan bukan penghenti
Larangan itu seumpama pembatas, penjelas:
mana, apa, kemana yang prioritas

#notetomyself
#resolusimanaresolusi
#resolusitanpaaksiitubasi

~~tulisan tahun lalu, di fb. biasa.. muncul di TL hehe. pindahin ke sini

Sabtu, 23 September 2017

Suka Bersama Duka

di tengah nobar#1 g30s/pki
di halaman kantor kelurahan ciracas
jakarta timur
cukup dekat dengan
lubang buaya
tempat tragedi berdarah tahun 65 lalu

terbesit pikir
sekelabat lewat
bahwa
aku
si manusia suka lalai lagi alpa
dengan semangat yang lebih sering carut marut
lebih kusut dari gumpalan benang wol yang diacak kucing bermain
adalah juga
macam orang lain
yang semangat membela
bekerja
berderma
masih banyak diselingi tawa
pun saat berbagai tragedi serupa g30s
terjadi saat ini di berbagai tapak tanah di dunia

rupanya belum sungguhsungguh
aku
total bersedih saja
atau mengurangilah itu tawa terbahak

tapi benarbenar payah diriku
tak benarbenar bisa lepas dari
yang namanya suka, gembira,
apatah daya
karena pegang teguh katakata,
"sisakan selalu kantong kegembiraan kita, bahkan di tengah kesedihan yang demikian larut"

suka di tengah duka,
tak mengapa
kurasa

Selasa, 12 September 2017

IdulAdha 1437 H


*
mengenang kisah kurban
haru
sungguh
membayangkan perasaan nabi Ibrahim dan istrinya, Hajar, kala itu
*

arafah, berserah diri, ikhlas menunaikan perintah Allah
tak mudah, sangat tidak mudah
ada setan yang selalu menggoda
bahkan hingga Ismail kecil dibawa ke Mina,
setan kembali berusaha menciutkan. tak berhasil, ibunda Hajar yang kemudian didekati.
"Anakmu yang telah lama dinanti, sedang lucu-lucunya..tegakah kau?"
Allaahu Akbar, inilah kelebihan keluarga Ibrahim..ibunda Hajar menjawab "Jika ini memang perintah Allah, maka aku ikhlas." : tegas, teguh.
*
lempar tiga jumroh.
ketika saatnya tiba,
nabi Ibrahim tak jua bisa menyembelih sang kesayangan, ada nuur....
lalu..
kambing gibas Habil, kurban terbaik pada masa awal manusia, diperintahkan Allah untuk diturunkan kembali ke dunia,
menjadi pengganti Ismail yang tadinya telah siap dikurbankan.
*
Allah menguji hambaNya dan yang diuji telah lolos dari ujian itu
sambil dituntun untuk disembelih,
Ibrahim melafazkan "Allaahu Akbar. Allahu Akbar. Allaahu Akbar"
Ismail pun melanjutkan "Allaahu Akbar walillaahilhamd"
ya, kurban terbaik, sejarahnya terus dikenang dan membekas, 
menjadi hikmah bagi orang-orang bertaqwa.
beribu tahun setelahnya,
sampai tiba pada kita saat ini.
kisah itu sangat bisa menjadi bahan refleksi
bagaimana mengambil teladan dalam berkurban
kurban harta, jiwa, raga, bahkan perasaan.
atau dalam perkara lebih luas daripada itu
... memang sulit, tapi bisa
insya Allah
#ntms
~Selamat Hari Raya 'Idul Adha 1437 H~ 

copas dari FB, diingatkan momen.. ditulisnya sih tahun lalu haa ;Do

Jumat, 08 September 2017

Mentan dari IPB donk!

Kalo ditanya, Mentan sebelumnya jg dr IPB kok tp blm berubah 'drastis' jd lebih baik sesuai harapan semua? (walaupun kita tidak bisa memuaskan semua orang, apalagi orang-orang dengan kepentingan tertentu, kepentingan 'yang penting gue untung')
Apa jawabannya?
Ada kok yang berubah drastis. Sebutkan.... 😁
IPB. Ingin Pimpinan Baru (di Kementan) #lahh
Tapi etapi, itu belum tentu solusi. Malah bisa jadi 'senjata makan tuan' 'lempar batu e kena kepala sendiri'. So, cobalah dimusyawarahkan lagi dengan berbagai pertimbangan yang 'demi bangsa dan negara'. Kalo saya sih, yes. #laaahhh

Mengubah (atau tepatnya memoles?) wajah pertanian NKRI memang tidak semudah berteriak "sim salabim!" mengingat pertanian adalah sistem yang terintegrasi. Tetapi, tidak dapat dipungkiri bahwa arah kebijakannya sangat berkaitan dengan political will pimpinan, baik di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota, kabupaten, kecamatan, sampai desa.

Ih Pabalieut Banget ya?
Emang!
Tapi bukan berarti tidak bisa diperbaiki bukan? Selalu ada kesempatan untuk melakukan REVOLUSI. he he.

IPB, Institut Pertanian Bukan?
YA! Institut Pertanian Bogor.
Tidak diragukan lagi. Dengan kesadaran itulah maka fakultas di dalam IPB pun berkembang sesuai kebutuhan dukungan akan sektor pertanian secara luas. Bahwa ternyata untuk membangun pertanian yang visioner, kita juga harus membangun komunikasi yang baik, mampu memanajemen kebijakan yang sesuai kebutuhan, dapat mengumpulkan, mengolah dan menginterpretasikan data dengan tepat, menciptakan teknologi pendukung budidaya hingga pascapanen yang berdayaguna dan terjangkau, bahkan menghubungkan itu semua demi kepentingan dalam membangun keluarga sebagai batu bata penyusun bangsa yang jaya.
😀

Udah ah, asa membela diri. Padahal saya sendiri belum bertani seperti harapan terhadap alumnus IPB (wabil khusus dari fakultas pertanian). Saya cuma kroco di salah satu subdit di Kementan. Semoga kehadiran saya tidak merugikan negara.

Btw, alumnus pertanian non IPB juga banyak lho. Bahkan akumulasinya (bisa jadi) lebih banyak dari jumlah mahasiswa pertanian asal IPB. IPB memang seharusnya lebih baik karena memang konsentrasinya lebih besar ke arah pertanian. Namun demikian, IPB belum tentu superior di segala bidang berkaitan dengan pertanian. Pengakuan akan manfaat kehadiran/kinerja alumnus IPB maupun IPB sebagai institusi bagi masyarakat di sektor pertanian juga merupakan indikator kesuksesan IPB dalam mengelola mahasiswa, kurikulum, dan program-programnya. Pada akhirnya, penilaian masyarakat akan sangat hasil oriented. Bukan proses. Hiks. Sabar ya IPB. #IPBtetapdihati

Pertanyaan presiden kemarin memang terasa klise. Udah sering kita dengar. Tapi, tetap harus kita tanggapi positif sebagai sebuah peringatan atau bahan evaluasi prioritas bahwa IPB harus lebih lebih lebih baik lagi. Selamat memanfaatkan momentum ini 😊

InsyaAllah (alumnus) IPB bisa!
Bersama-sama dengan (alumnus) universitas lain 😁
Why?
Karena ekarena dah gak jaman main sendiri-sendiri. Masalah sudah terlalu banyak: kompleks! Harus dikerjain keroyokan! Baso Bengkulunyo: bersinergi. He he he.

::maaf kalo ada yang terpoteque. taq ada maqsudh q menyaqiti::

Kamis, 07 September 2017

Lulusan IPB kok?


So far, saya cukup setuju dengan tulisan kakak tingkat di IPB angkatan 37 (2000) ini. Saya cukup heran dengan pertanyaan dari pak presiden kemarin. Kok rasanya sayang aja, mengangkat kalimat tersebut dalam orasi ilmiah di depan banyak mahasiswa (yang kebanyakan adalah mahasiswa baru) dan dosen, walaupun memang itu adalah pertanyaan yang klise atau retoris (?). Seakan-akan pertanian kita ini tidak ada perkembangan yang mengesankan dibandingkan sektor lain gara-gara alumni IPB yang seharusnya bekerja di sektor pertanian lebih memilih profesi lain.

Huff, kita tetap harus mengambil hikmah yg baik. Pertanyaan itu menguak kembali ke permukaan (karena yang bertanya adalah presiden RI) dan menghebohkan jagad alumni IPB. Pro kontra pasti selalu ada. Beragam meme yang ‘lucu’, kreatif, nyelekit, dan terasa menyerang balik penanya. Tapi, toh kita tidak ingin berhenti sampai tahap menyesalkan, menggerutu, tuduh menuduh, misuh-misuh, membela diri atau baper melulu. Kita ingin ada solusi nyata. Pertanyaannya, apa solusinya? Ganti menteri? #eh

Banyak yang bilang, "udah biasa kok kita ditanya gitu...lulusan IPB bisa apa aja?", "lulusan IPB mah bisa apa aja kecuali pertanian...", "lulusan IPB tapi kerja di bank, jadi jurnalis, politikus, guru, motivator, ustadz atau tokoh agama, artis, dll.." (yang masyarakat umum ngehnya itu bukan ranah pertanian) "lulusan IPB tapi gak nanam apa-apa" dan sebagainya.

Saya yakin, para dosen dan pemegang kebijakan di IPB sudah mendengar pertanyaan "lulusan IPB kok banyak jadi bankir, dll.." jauh hari sebelum keluar dari mulut presiden RI masa jabatan 2014-selesai ini. Mereka pasti sudah mengarahkan mahasiswa untuk tetap berafiliasi pada ranah pertanian, dimanapun akhirnya kelak mereka akan bekerja dan berkarya. Mahasiswa baru selalu diberikan kuliah umum mengenai filosofi pertanian berikut motivasi untuk bangga/ optimis mengenyam pendidikan di IPB dan mendukung pembangunan pertanian di Indonesia.

Kalo mau egois, kita mau nanya balik nih.. Adakah data berapa banyak lulusan ekonomi di negara kita? Sudah pasti jauh lebih banyak daripada pertanian. Tetapi, apakah hal itu berbanding lurus dengan kemajuan ekonomi di Indonesia? Hayooo....

Bicara masalah bangsa, sangatlah kompleks. Termasuk salah satunya ya masalah pertanian. Pertanian tidak sesederhana bayangan kita yang hanya terdiri dari kegiatan menanam dan memanen. Ternyata banyak ilmu yang terlibat jika ingin menjadikan pertanian sebagai suatu potensi yang diharapkan dapat menjadi solusi atas permasalah perekonomian dan pangan bangsa kita. Ternyata tidak hanya soal budidaya, tapi juga pemasaran, pengolahan pascapanen, dan berbagai teknologi lainnya yang dapat menunjang perbaikan kuantitas dan kualitas serta pemanfaatan pertanian.

Pembangunan pertanian juga berkaitan dengan political will. Sudah menjadi rahasia umum bahwa semua lini pergerakan di kementerian maupun lembaga pemerintahan maupun swasta akan diatur dalam kebijakan pemerintahan yang dibatasi waktu dan tempat.

Rabu, 06 September 2017

Institut Pleksibel Banget (gitu loh...)

emang pernah ada survei serius ttg lulusan IPB: berapa persen yg di pertanian dan berapa persen yang non pertanian.

etapi, FYI, IPB punya banyak fakultas bukan?
A fakultas pertanian
B fakultas kedokteran hewan
C fakultas perikanan dan ilmu kelautan
D fakultas peternakan
E fakultas kehutanan
F fakultas teknologi hasil pertanian
G fakultas matematika dan ilmu pengetahuan alam
H fakultas ekonomi dan manajemen
I fakultas ekologi manusia

berapa persen dibandingkan (misal jurusan terbanyak di berbagai universitas) lulusan ekonomi kita yang bertebaran dimana-mana, di berbagai daerah? apakah mereka semata bekerja di lingkup ekonomi? apakah sudah meningkatkan perekonomian bangsa? ataukah saling bersinergi?

ada anekdot yg bilang gini,"lulusan ekonomi/perbankan/jurnalistik kita kemana sampe-sampe lulusan pertanian masuk juga ke ekonomi/perbankan/jurnalistik."

udah, gak usah dimasukin di ati. biasa aja, kayak lulus pertanian yg suka dibilang banyak nyasar ke bank... woles woles woles..
🏃🏃🏃🏃🏃